Minggu, 05 Februari 2012

5 Kebudayaan Indonesia yang ‘Mulai’ Hilang


Kita sebagai orang Indonesia yang berbudi luhur pasti tahu dengan budaya yang akan dibahas ini, tapi belakangan kita bisa melihat, merasakan (bahkan mungkin mengalami) udah mulai berkurang. Jadi, kami coba angkat deh, supaya Anda mau mengembalikan budaya kita, menjadi budaya sesungguhnya!
1. Cium Tangan Pada Orang Tua
Biasanya sih dibilang “salim“, bila di semasa saya hal ini merupakan kewajiban anak kepada orang tua disaat ingin pergi ke sekolah atau berpamitan ke tempat lain. Sebenarnya hal ini penting loh, selain menanamkan rasa cinta kita sama ortu, cium tangan itu sebagai tanda hormat dan terima kasih kita sama mereka, sudahkah kalian mencium tangan orang tua hari ini?
2. Penggunaan tangan kanan
Bila di luar negeri sih, saya rasa gak masalah dengan penggunaan tangan baik kanan ataupun kiri, tapi hal ini bukanlah budaya kita. Budaya kita mengajarkan untuk berjabat tangan, memberikan barang, ataupun makan menggunakan tangan kanan.  (kecuali memang di anugerahi kebiasaan kidal sejak lahir).
3. Senyum dan Sapa
Ini sih Indonesia banget! Dulu citra bangsa kita identik dengan ramah tamah dan murah senyum. So, jangan sampai hilang, ya! Ga ada ruginya juga kita ngelakuin hal ini, toh juga bermanfaat bagi kita sendiri. Karena senyum itu ibadah dan sapa itu menambah keakraban dengan sekitar kita.
4. Musyawarah
Satu lagi budaya yang udah jarang ditemuin khususnya di kota-kota besar semisal Jakarta. Kebanyakan penduduk di kota besar hanya mementingkan egonya masing-masing, pamer inilah itulah, mau jadi pemimpin kelompok ini itu dan bahkan suka main hakim sendiri. Tapi coba kita melihat desa-desa yang masih menggunakan budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya, ga ada yang namanya saling sikut dan menjatuhkan, semua perbedaan di usahakan secara musyawarah dan mufakat. Jadi sebaiknya Anda yang ‘masih’ merasa muda harus melestarikan budaya ini demi keberlangsungan negara Indonesia yang tentram dan cinta damai.
Dan budaya yang terakhir,..
5. Gotong Royong
Itu bukan urusan gue!“, “emang gue pikiran“, Whats up bro? Ada apa dengan kalian? Hayoolah kita sebagai generasi muda mulai menimbulkan lagi rasa simpati dengan membantu seksama, karena dengan kebiasaann seperti inilah bangsa kita bisa merdeka saat masa penjajahan, ga ada tuh perasaan curiga, dan dulu persatuan kita kuat

Senin, 03 Oktober 2011

Fenomena Artis


Fenomena artis instan mengemuka akhir-akhir ini di sekitar kita. Hal ini ramai diberitakan oleh banyak stasiun TV tentang beberapa sosok  yang mendadak terkenal yang dulunya hanya orang biasa. Tak dipungkiri kehadiran internet dengan program Youtube nya mampu menyulap orang seketika menjadi terkenal  (instan). Apalagi untuk mempublikasikan video di Youtube, caranya cukup simple dan tidak merogoh kocek. Kehadiran internet mampu memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menjadi terkenal.
Kita mengenal sosok Justin Bieber, seorang anak muda berasal dari Kanada yang menjadi terkenal seketika pada tahun 2009 karena telah mempublikasikan videonya di Youtube sambil bernyanyi  dan berjoget yang unik. Videonya telah di saksikan oleh 500 juta orang di seluruh dunia. Sontak dia menjadi sosok terkenal. Seorang produser dan juga penyanyi terkenal dari Amerika bernama Usher tertarik untuk meminang dan bekerjasama dengan Bieber karena bakat dan kemampuan yang dimilikinya.  Akhirnya, Biber menjadi artis terkenal yang memiliki banyak fans di seluruh dunia.
Fenomena artis instan juga meramaikan belantika hiburan di Indonesia, seperti kehadiran Bona Paputungan, Sinta-Jojo dan yang paling banyak menyita perhatian kita akhir-akhir ini adalah Norman Kamaru, seorang anggota Brimob dari Kepolisian Daerah Gorontalo. Norman Kamaru akhir-akhir menjadi buah bibir atas videonya yang beredar di Youtube dengan lipsync menyanyikan lagu “Chaiya-Chaiya,” sebuah lagu hits dari soundtrack film India yang populer di akhir tahun 1990an, diperankan oleh aktor dunia terkenal, yaitu Shahrukh Khan.
Selain lipsync, sosok Norman juga mengikuti setiap gerakan/koreografi yang dilakukan oleh Shahrukh Khan dalam filmnya. Norman sontak memiliki banyak fans karena videonya dianggap unik, apalagi dalam videonya dia menggunakan seragam dinasnya sebagai seorang anggota polisi. Karena video tersebut, Norman lalu mendapatkan banyak undangan untuk tampil di berbagai stasiun TV. Salah satu yang fenomenal adalah kehadirannya di “Bukan Empat Mata,” sebuah program hiburan yang dibawakan oleh seorang pelawak kocak Tukul Arwana.
Lantas sebuah pertanyaan muncul mengapa fenomena artis instan menjadi mengemuka di ranah hiburan kita? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan munculnya fenomena ini?
Tak dipungkiri program TV yang disenangi oleh masyarakat kita akhir-akhir ini adalah berita yang menayangkan tentang perkembangan politik dan hukum di negara kita. Selain itu, program infotainment juga sangat disukai oleh masyarakat kita. Kedua program ini dianggap selalu menyajikan kabar-kabat terbaru dan terhangat tantang perkembangan politik, hukum dan hiburan di negara kita. Akan tetapi, akhir-akhir ini kedua program tersebut gagal menjawab apa yang diharapkan oleh masyarakat kita. Masyarakat kita sebenarnya berharap untuk mendapatkan banyak inspirasi dan pembelajaran dari sosok yang mereka idolakan dengan mengikuti kedua program tersebut, tetapi kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Orang yang mereka idolakan seperti politisi, pejabat publik dan selebritis banyak menyimpang dari norma-norma hukum dan kesusilaan seperti penipuan, jeratan narkoba, perselingkuhan, video porno, dll sehingga mereka benar-benar kehilangan sosok yang bisa dijadikan panutan. Kehadiran artis-artis instan dianggap sebuah jawaban dalam menjawab kekecewaan yang telah mereka dapatkan atas idola mereka yang dianggap telah gagal.
Bila kita ingin melihat lebih jauh, kehadiran artis-artis instan seperti sosok Bona Paputungan,  Sinta-Jojo, dan Norman Kamaru justru mampu menginspirasi dan mengajarkan masyarakat kita untuk menjadi manusia yang inovatif dan memiliki kemampuan untuk menangkap peluang. Kehadiran mereka ibarat oase di tengah gurun pasir, yang dianggap mampu mendobrak tradisi yang telah mapan, seperti Bona Paputungan yang seorang mantan narapidana, namanya sontak melejit di ranah industri hiburan kita karena kemampuan dia menangkap peluang untuk menciptakan sebuah lagu kritik sosial yang berjudul “Andai Ku Gayus Tambunan” di tengah hangatnya polemik kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak yang menjadi mafia pajak yang telah merugikan negara.
Seorang mantan narapidana pada umumnya sering dikucilkan oleh masyarakat sekitar mereka sebagai akibat dari kelakuan yang pernah mereka lakukan di masa lampau, yang dianggap telah merusak tatanan sosial. Kemunculan Bona mampu meyakinkan masyarakat bahwa sosoknya adalah sosok yang inovatif dan memiliki dedikasi tingi dalam melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah dan lagi-lagi mendobrak tradisi yang telah mapan bahwa seorang mantan narapidana juga mampu berbuat positif untuk bangsa ini.
Begitu pun halnya dengan sosok Sinta-Jojo, dua sosok perempuan dari Kota Kembang, Bandung yang mampu mendobrak stereotype bahwa anak muda seumur mereka identik dengan hedonisme, sindrom malas dan narkoba. Mereka berhasil membuktikan bahwa mereka mampu menjadi sosok yang terkenal secara instan tanpa narkoba dan berbagai penyimpangan yang identik dengan anak seumuran mereka. Berkat kreatifitas yang mereka lakukan melalui lipsync lagu yang berjudul “Keong Racun” di Youtube yang telah ditonton 6, 5 juta orang, ini akhirnya mampu menancapkan nama besar mereka dalam belantika industri hiburan tanah air.
Yang paling fenomenal akhir-akhir ini adalah sosok Norman Kamaru dimana dia mampu mendobrak stereotype yang berkembang di masyarakat bahwa anggota polisi identik dengan sosok yang beringas, keras, dan suka melakukan pungli. Norman melakukan sebuah counter-attack terhadap anggapan yang telah melekat di institusi yang membesarkan dia, bahwa seorang polisi juga memiliki nilai humanis yang mana mampu menghibur masyarakat dengan cara-cara yang positif tanpa harus terjebak dalam stereotype yang berkembang di masyarakat.
Faktor lain yang menjadi sebab fenomena ini adalah masyarakat kita membutuhkan sebuah hiburan yang lucu, unik, menghibur tapi mendidik. Kebanyakan tayangan hiburan yang ada di TV, seperti program lawak identik dengan materi lawakan yang sangat vulgar. Tanpa segan-segan para aktor dan aktris mempertontonkan sebuah materi lawakan yang menggunakan bahasa yang kotor dan juga menggunakan kekerasan verbal yang menyinggung persoalan gender.
Faktor terakhir adalah sebagai sebuah kritik sosial akan sulitnya seseorang menjadi entertainer karena proses yang mereka lalui terlalu ngejlimet dan memakan banyak waktu, sehingga mau tidak mau, akan mengganggu aktifitas mereka yang lain. Akademi Fantasi Indosiar, Indonesian Idol, Indonesia Mencari Bakat, dll merupakan contoh kompetisi untuk menjadi seorang entertainer dimana proses audisi, penjurian, dan karantinanya menguras banyak waktu dan tenaga.
Kehadiran internet, khususnya program Youtube dianggap mampu sebagai jalan keluar untuk meraih cita-cita sebagai entertainer dengan menampilkan video yang memiliki konten yang unik, lucu dan kreatif. Mengingat ini mudah untuk di akses kapan pun dan dimana pun. Perlu juga ditekankan bahwa faktor keberuntungan (luck) juga sangat penting dalam hal ini mengingat tak semua orang memiliki nasib yang sama seperti Bona Paputungan, Sinta-Jojo, dan Norman Kamaru yang berhasil melejitkan namanya melalui Youtube.
Tetapi, Kenapa artis instan ini kebanyakan hanya berumur jagung? Diperlukan sebuah manajemen yang baik dan professional oleh mereka untuk tetap eksis di dunia hiburan yang persaingannya sungguh sangat ketat dan juga diperlukan sebuah kreatitas yang berkesinambungan yang memiliki efek positif bagi masyarakat, bukan begitu?